Deburan ombak, suara burung
camar tak lagi bisa ku dengar selama satu tahun, sekarang aku tidak tinggal
lagi di tepi laut, tinggal di tepi gunung dan sungai yang dikelilingi dengan
hutan lebat yang tepat berada di depan sekolah ku. Kadang ku berfikir akan kah
lari gunung di kejar...?
Berdetak jantung begitu keras,
bak sekeras hati ku untuk selalu bisa mencapai cita-cita ku harus naik kelas,
ku pandang gunung, ku telusuri tepi sungai, rebahkan badan ku di tengah jalan
saat kenderaan yang lalu lalang sepi, memandang langit yang jauh nun diatas
sana sambil merasakan hangat nya aspal jalan yang ada di depan sekolah ku,
serta sambil berniat ku harus bisa .......
Ayam berkokok dipagi hari,
menyosong mentari yang terbit di ufuk timur. Ku menatap mentari pagi yang
seakan mengintip ku di balik gunung bukit barisan yang terletak di wilayah aceh
selatan. Tik berdetik jam dinding di rumah ku berbunyi suara ayam jago di
kandang pun mulai rame saling bersahut-sahutan. Kami sekeluarga bersiap-siap
dengan aktifitas masing-masing. Ku pun mengambil sapu untuk membersihkan
halaman rumah serta memberikan makanan pada ayam-ayam peliharaan ku dan kucing
kesayangan ku si belang.
Hari ini adalah hari pembagian
rapor yang ku nantikan, apakah aku akan naik kelas atau tidak, ku pun menunggu
ibu pulang dari sekolah sambil bermain di rumah dan membaca buku dengan judul
sikancil yang cerdik. Dalam keasyikan dan tanpa kusadari ku pun terbenam
kembali dalam tidur pagi ku menjelang siang. Dan tiba-tiba bunyi keributan
kucing ku si belang yang bertengkar dengan kucing tetangga ku, hingga membuat
ku terbangun dari tidur.
Assallammu’alaikum.............
ku dengar suara ibu memasuki rumah ku pun berhamburan menyambutnya sambil
bertanya gimana buk.......? apakah aku naik kelas...! sang ibu hanya diam
sambil memandang ku tanpa menjawab yang semakin membuat hati ku gundah dan
gelisah, lalu ibu ku berkata.. pasti donk naik... sapa dulu.... kan anak
ibu.....
Dengan penuh kegembiraan ku
ambil rapor dan langsung berlari menemui ayah yang sedang berada di kebun
belakang rumah sambil berteriak... ayah... ayah.... ayah... aku naik kelas....
serta merta sang ayah menyambutku dengan gembira sambil berkata.. selamat ya...
kalo kelas dua nanti iboy naik kelas dan dapat rangking satu akan bapak belikan
tas baru. Begitu ujar ayah ku.
Senang hati tak karuan,
seperti kicauan burung pagi yang saling bersahutan dan seperti mentari yang
semakin tinggi yang pertanda siang akan tiba, aku pun dengan tak henti-hentinya
memperhatikan nilai pada rapor ku, sambil berniat.. aku harus dapat rangking
satu dikelas dua. Kakak, abibi, iboy, afni..... begitu panggilan ibu ... yuk
kita makan siang dulu nih..... dengan serta merta kami menuju ruang makan siang
dan menyantap menu makan siang yang telah disiapin ibu dengan lahap, karena ada
makanan kesukaan ku, tauco kacang panjang, ikan teri dan cabe ijo.
Setelah makan siang, aku dan
sekeluarga melaksanakan sholat zhuhur dan istirahat siang sejenak, ditemani
angin siang yang sepoi-sepoi, suara ayam yang sedang mencari makan, dan suara
bus yang lalu lalang dijalan raya depan rumah ku. Aku pun terbaring sambil
menerawang langit-langit kamar sambil berkata dalam hati “suatu saat nanti aku
pasti akan membahagiakan ayah dan ibu”.
Jam dinding rumah ku berbunyi,
jarum jam telah menunjukkan jam 3 sore, akupun terbangun dan langsung cuci muka
serta pamitan ma ibu untuk bermain bersama teman-teman ku. Kami pun berkumpul
seperti biasanya yaitu ada ikhsan, irhas, faisal fitri, musa, dedi, itulah teman
bermainku setiap hari nya. kami pun hari itu bermain tentang cerita pendekar
wirosableng 212. Tanpa mengenal lelah kami bertarung bercerita serta tertawa
gembira tanpa henti di perkarangan sekolah kami, sampai tiba-tiba ibu memanggil
ku, untuk pulang karena waktu sudah petang. Aku pun pamitan dan pulang kerumah
untuk siap-siap berangkat kepengajian yang terletak tidak jauh dari rumah ku.
Matahari kembali terbenam di
ufuk barat dan muncul rembulan di ufuk timur untuk bergantian dengan sang
mentari yang telah seharian menerangi bumi, kini rembulan yang akan menerangi
malam, aku bersama kakak ku menuju ketempat pengajian, Tgk. Sulaiman namanya
guru pengajian kami, dan biasa kami panggil dengan Tgk. Leman. Kami pun larut
dalam pengajian masing-masing dengan di temani lampu teplok, dikarenakan masa
itu pada tahun 1990 belum ada listrik daerah tempat aku tinggal.
Suara kodok malam mulai
bernyanyi, burung punguk pun bersuara seakan amat sangat merindukan bulan.
Sepulang dari pengajian kami pun melanjutkan aktifitas yaitu belajar untuk
persiapan sekolah besok, dan larut dalam kesibukan masing-masing. Aku pun ikut
mengerjakan tugas rumah yang diberikan oleh bu siti guru kelas dua yaitu
perhitungan matematika. Tanpa kusadari aku pun tertidur diatas meja belajar ku,
hingga ibu pun membangunkan agar pindah kekamar. Dan malam pun berlalu seiring
dengan angan-angan mendapatkan mimpi indah malam ini.
Keesokan harinya, mentari
kembali terbit di balik gunung dan aku pun sibuk bersiap-siap untuk berangkat
kesekolah, ayah dan ibu ku lihat sedang membuat jajanan anak-anak yang akan
dijual di depan rumah ku. Aku pamitan ma ayah dan ibu langsung berlari kekelas
ku yang dekat dengan rumah ku, tanpa kusadari sarapan pagi belum kusantap.
Sangking semangat nya. Setiba di kelas ku lihat seorang anak perempuan yang
berambut panjang, berkulit putih berwajah bulat dengan bola mata yang indah,
dengan senyuman manis nya menyambutku dipagi itu. Bermula lah ku berniat ingin
akrab dengan nya.
Cinta monyet itulah yang
pantas disebut untuk seorang anak yang berusia 5 tahun seperti ku, jantung pun
berdebar-debar ingin bicara tetapi bibir engan untuk mengeluarkan apa yang
ingin ku bicarakan, hingga aku dikejutkan oleh teman ku yang bernama mukhlis
seorang anak yang hitam kurus kerempeng sok pintar itu yang selalu ada dalam
benak ku bila ingat diri nya. Woiii...... begitu katanya, aku pun terkejut. Pu
ka nyan (apa itu)......... aku pun bingung apa yang di bicarakannya, tanpa
menunggu aku pun balik bertanya.. apo tuh yang awak kecek(apa yang kamu bicarakan).......
dia pun tertawa.... ehaaiii.. lage koen awak aceh kah (alahai.. kayak bukan
orang aceh aja kamu)... ka yah keuh jawa bek sampo droe-droe teuh jawa(sudah
bapak kamu jawa jangan sampai kamu pun jawa).. gitu katanya.. kata-kata itu
selalu ku ingat sampai saat kisah ini ku tuliskan.
Aku hanya terdiam tanpa berkomentar,
aku takut karena badan kecil sedangkan si mukhlis itu tinggi walaupun kurus.
Dan bu aisyah pun masuk kelas dengan memberi mata pelajaran seni. Wah ini
pelajaran yang aku kurang suka, karena disuruh nyanyi satu-satu kedepan kelas.
Hingga satu persatu di suruh maju untuk menyanyikan lagu kebangsaan dan lagu
nasional yang kami tau. Saat tiba giliran ku. Aku pun maju dan bernyanyi dengan
judul naik kereta api. Temen-temen pun tertawa, itu bukan lagu nasional, tetapi
bu guru menyuruhku untuk melanjutkannya. Dan sekelas pun hinggar binggar ikut
menyanyikan lagu naik kereta api. Bukan hanyalan dan juga impian serta omong
belaka, saat itu hati ku sangat senang karena perempuan yang tadi pagi pertama
ku jumpa didalam kelas juga ikut bernyanyi bersama ku. Bermula asal dari apa yang
dipandang yang akhirnya kacau berantakan, itu mungkin yang cocok dijuluki buat
ku. Tanpa wanita dunia rasanya kurang indah, kelewatan wanita dunia akan hancur
berantakan, begitulah yang kubaca dalam sebuah buku, tapi cinta itu indah bak
seindah taman bunga yang wangi semerbak. Itu lah yang ada dalam benak ku.
Hingga saat jam istirahat, aku berusaha mendekati nya, tetapi teman ku ridwan
adek nya mukhlis mengajakku untuk keluar kelas, hingga tak dapat ku elakkan,
hanya pandangan mata yang bisa ku arah kan kepada wanita cantik yang duduk
disebelah meja belajarku.
LANJUT YA BLOGGER, BACA KISAH KU - IV
LANJUT YA BLOGGER, BACA KISAH KU - IV
0 comments:
Post a Comment